PERKULIAHAN KE-2
|
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa
diharapkan mampu:
|
Pokok BahasanKonsep Ketuhanan dalam Islam |
Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini, mahasiswa akan mempelajari tentang hakikat Ketuhanan, Kemahaesaan Allah, dan Pembuktian Keberadaan Allah sebagai Pencipta alam semesta. |
I. Bahan Bacaan:
- Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakrta: PT Raja Grafindo Persada, bab 1
- Hamka. 1983. Filsafat Ketuhanan. Surabaya: Karunia, bab 1 dan 2
- Hasanah, Uswatun dkk. 2007. Acuan Pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional, bab 1
- Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat. 2003. Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi, bab 1
- Luth, Thohir. 2007. Buku Daras Pendidikan Agama Islam. Malang: {usat Pembinaan Agama Universitas Brawijaya
- Nurdin, K.H.Muslim, dkk. 1993. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: CV Alfabeta, bab 2
- Ralibi, Osman. Tanpa Tahun. Allah, Alam dan Manusia. Jakarta: Fajar, bab 1
- Suryana Af, A.Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara, bab 1
II. Pertanyaan Kunci:
- Terangkan konsep ketuhanan dalam Islam!
- Uraikan tujuh kemahaesaan Tuhan!
- Uraikan bukti-bukti keberadaan Allah!
KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
1.1. Pendahuluan
Pemahaman
yang mendalam tentang Ketuhanan dalam Islam perlu bagi mumat Islam untuk
menambah keyakinannya,
keimanannya dalam
meningkatkan ketakwaan. Alam semesta beserta seluruh isinya dapat dijadikan
sebagai bahan renungan dan pembelajaran tentang penciptaannya sekaligus sebagai
bukti kekuasaan Tuhan. Manusia diwajibkan menjadikan Allah sebagai pengawasan
melekat terhadap dirinya dalam kehidupan agar tidak berbuat dosa dan kejahatan.
Dalam bab pertama
ini akan dibahas tentang: 1) Hakikat Tuhan 2) Kemahaesaan Allah; 3). Pembuktian
Keberadaan Allah dengan memperhatikan alam semesta.
1.2. Penyajian
A. Hakikat Tuhan
Islam mengajarkan
bahwa selain nama Allah dikenal pula kata ”Ilah”. Luth (2007:23) menjelaskan
bahwa kata ”Ilah” yang selalu diterjemahkan ”Tuhan” digunakan dalam
Alquran surat Al Jatsiyah: 23, yaitu:
Artinya: ”Maka pernahkah
kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah
membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Makasiapakah yang
akanmemberinyapetunjuksesudah Allah (membiarkannyasesat).
Makamengapakamutidakmengambilpelajaran?
Ilmuan Barat seperti
Max Muller dan EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Jevens (Luth, 2007)
mengkaji tentang Tuhan dikenal dengan teori evolusionisme, yaitu teori yang
menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna.
Proses perkembangan
pemikiran tentang Tuhan berdasarkan teori tersebut di atas, maka mumcullah
istilah Dinamisme, Animisme, Politeisme, Heniteisme, dan atau Monoteisme.
Dalam kajian
perpustakaan dikenal filsafat ketuhanan, yaitu mengkaji kekuasaan Tuhan sampai
ke akar-akarnya atau dengan kata lain mengkritisi kekuasaan Tuhan secara
mendalam dan tuntas. Oleh karena itu, Tuhan Yang Maha Esa oleh umat Islam
diyakini sebagai Tuhan Pencipta alam semesta dan memiliki sifat-sifat dan nama-nama yang baik atau dikenal dengan
sebutan ”Asmaaullah al-husnaa”
dijelaskan oleh Muhammad Daud Ali (1998) dalam bukunya “Pendidikan Agama Islam”
mengatakan bahwa di dalam Ilmu Tauhid, dijelaskan dua puluh sifat Tuhan, yang
disebut dengan sifat dua puluh. Sebagai mahasiswa, yang perlu diketahui adalah
bahwa Allah, Tuhan yang Maha Esa itu bersifat:
1. Hidup. Ini berarti
Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah TuhanYang Maha Hidup. Hidupnya itu Maha Esa tanpa memerlukan makanan dan
minuman, istirahat dan sebagainya. Konsekwensi keyakinan seperti itu adalah
segala sesuatu yang sifat hidupnya memerlukan makanan, minuman, tidur dan
sebagainya bagi seorang muslim bukanlah Allah dan tidak boleh dipandang sebagai
Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Berkuasa.Allah adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Kekuasaan-Nya Maha Esa, tiada bertara,
tidak ada tolok banding-Nya. Ia maha Kuasa tanpa memerlukan pihak lain manapun juga dalam kekuasaan-Nya.
Ia Maha Kuasa dengan sendiri-Nya. Konsekwensi keyakinan seperti itu adalah
seorang muslim harus teguh dalam keyakinannya pada kekuasaan Allah, melampaui
segala kekuasaan selain dari kekuasaan Allah. Dan sebagai akibatnya, seorang
muslim tidak boleh takut pada kekuasaan lain yang ada di alam ini, baik
kekuasaan berupa kekuatan-kekuatan
alamiah maupun kekuasaan-kekuasaan insaniah.
3.
Berkehendak. Allah mempunyai kehendak. Kehendak-Nya
Maha Esa dan berlaku untuk seluruh alam semesta, termasuk manusia di dalamnya.
Konsekwensi keyakinan yang demikian adalah bahwa kehendak Allah Yang Maha Esa
wajib diikuti oleh setiap muslim. Kehendak Allah yang masih asli tercantum
dalam al-Quran yang menjadi kitab suci umat Islam. Selain itu, kehendak Allah
dapat pula dijumpai pada ayat-ayat kauniyah di alam semesta berupa sunnatullah
yaitu hukum-hukum Allah yang oleh para sarjana disebut Nature of
laws.
B. Hakikat Allah dalam Keesaan-Nya.
Islam mengajarkan bahwa
Allah adalah Zat Yang Maha Mutlak di samping sebagai Tuhan
Yang Maha Esa, dan Pemelihara alam semesta. Segala sesuatu mengenai Tuhan
disebut ketuhanan.
Allah berfirman
dalam Alquran surat Ali Imran ayat 3:
Artinya: “Allah, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus
mengurus makhluk-Nya.”
Osman Raliby (1980) mengatakan bahwa konsep tentang
Ketuhanan Yang Maha Esa disebut Tauhid. Ilmunya adalah Ilmu Tauhid. Ilmu Tauhid
adalah ilmu tentang Kemahaesaan Tuhan. Dalam ilmu Tauhid dikenal istilah tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah.
Tauhid uluhiyyah adalah hanya Allah yang menerima semua ibadah manusia. Ketika manusia menyembah selain Allah maka
disebut musyrik. Misalnya menyembah roh, pohon, batu, gunung, kuburan, membawa
sesajen ke sungai atau istilah lain percaya kepada dinmisme dan animisme.
Mereka meyakini bahwa hal tersebut mempunyai kekuatan yang dapat menyelamatkan
dan melindungi. Disebutkan dalam Alquran surat Annisa’ ayat 36 Allah berfirman
Artinya: “Sembahlah Allah
dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.”
Tauhid rububiyyah
adalah meyakini bahwa yang memelihara alam beserta isinya hanyalah Allah.
Perhatikan firman
Allah dalam Alqurran Surat Alfatihah ayat 2:
Artinya: “Segala pujibagi
Allah, Tuhan semesta alam.”
Makna “Rabbul
‘alamin” mengandung makna bahwa Allah adalah Tuhan Pemelihara alam semesta, Tuhan
yang mengatur manusia, tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya sesuai dengan
kadarnya. Muhammad Daud Ali (1998) mengutip pendapat Osman Raliby yang
mengemukakan tentang Kemahaesaan Tuhan sebagai
berikut:
1.
Allah Maha Esa dalam Zat-Nya
2.
Allah Maha Esa dalam Sifat-Sifat-Nya
3.
Allah Maha Esa dalam Perbuatan-Perbuatan-Nya
4.
Allah Maha Esa dalam wujud-Nya
5.
Allah Maha Esa dalam menerima ibadah
6. Allah
MahaEsadalammenerimahajatdanhasratmanusia
7.
Allah Maha Esa dalam memberi hukum
1.1
Allah Maha Esa dalam Zat-Nya.
Kemahaesaan Allah
dalam Zat-Nya dapat dirumuskan dengan kata-kata bahwa Zat Allah tidak sama dan
tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Dia Unik, berbeda dalam segala-galanya.
Zat Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah materi yang terdiri atas beberapa unsur
bersusun. Ia tidak dapat disamakan atau dibandingkan dengan benda apa pun yang
kita kenal, yang menurut ilmu fisika terjadi dari susunan atom, molekul dan
unsur-unsur berbentuk yang takluk kepada ruang dan waktu yang dapat ditangkap
oleh pancaindera manusia, yang dapat hancur, musnah dan lenyap pada suatu masa. Allah berfirman dalam Alquran Surat
Asyura ayat 11:
Artinya: “(Dia) Pencipta
langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula),
dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”
Keyakinan kepada Zat
Allah Yang Maha Esa seperti itu mempunyai konsekwensi. Konsekwensinya adalah
bagi umat Islam yang mempunyai aqidah demikian, segala sesuatu yang dapat
ditangkap oleh pancaindera mempunyai bentuk tertentu, tunduk pada ruang dan
waktu, hidup memerlukan makanan dan minuman seperti manusia biasa, mengalami
sakit dan mati, lenyap dan musnah, bagi seorang muslim bukanlah Allah, Tuhan
Yang Maha Esa (Ali, 1998).
1.2
Allah Maha Esa dalam Sifat-Sifat-Nya.
Kemahaesaan Allah
dalam sifat-sifat-Nya ini mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah penuh
kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamai-Nya. Sifat-sifat Allah itu
banyak dan tidak dapat diperkirakan. Namun demikian, dari Alquran dapat
diketahui sembilan puluh sembilan nama
Tuhan yang biasanya disebut dengan al-Asmaaulllah al-Husnaa.:
Sembilan puluh sembilan nama-nama Allah yang indah (Muhammad Daud Ali, 1998:
23; A.Toto Suryana, 1996: 71; dan Muslim Nurdin dkk.,1993: 86-91).
1.3
Allah Maha Esa dalam Perbuatan-Perbuatan-Nya
Pernyataan ini
mengandung arti bahwa kita meyakini Tuhan Yang Maha Esa tiada bertara dalam
melakukan sesuatu, sehingga hanya Dialah yang dapat berbuat menciptakan alam
semesta ini. Perbuatan-Nya itu unik, lain dari yang lain, tiada taranya dan
tidak sanggup pula manusia menirunya. Kagumilah, misalnya, bagaimana Ia
menciptakan diri kita sendiri dalam bentuk tubuh yang sangat baik, yang
dlengkapinya dengan pancaindera, akal, perasaan, kemauan, bahasa, pengalaman
dan sebagainya. Perhatikan
pula susunan kimiawi materi-materi yang ada di alam ini. Misalnya H20, susunan
kimiawi (materi) zat cair, C02, zat asam dan sebagainya. Konsekwensi keyakinan
bahwa Allah Maha Esa dalam berbuat (perbuatan-Nya) adalah seorang muslim tidak
boleh mengagumi
perbuatan-perbuatan manusia lain dan
karyanya sendiri secara berlebihan. Manusia, baik perseorangan maupun sebagai
kolektivitas, betapapun genial (hebat) ,
tidak boleh dijadikan obyek pemujaan apalagi kalau disembah pula.
1.4
Allah Maha Esa dalam Wujud-Nya.
Allah Maha Esa dalam
wujud-Nya. Ini berarti bahwa ujud Allah berbedadengan wujud
alam semesta. Ia tidak dapat disamakan dan diserupakan dalam bentuk apapun
juga. Oleh karena itu, Anthromorfisme
(paham pengenaan ciri-ciri manusia pada alam seperti binatang atau benda mati
apalagi pada tuhan) tidak ada dalam ajaran Islam. Menurut keyakinan Islam,
Allah Maha Esa. Demikian Esa-Nya sehingga wujud-Nya tidak dapat disamakan
dengan alam atau bagian-bagian alam yang merupakan ciptaan–Nya ini. Keberad
Wajib. Karena itu Ia disebut wajibul
wujud. Pernyataan ini mempunyai makna bahwaan Allahlah yang abadi
dan wajib eksistensi atau wujud-Nya. Selain Dia, semuanyamumkinul wujud. Artinya boleh
(mungkin) ada, boleh (mungkin) tiada seperti eksistensi manusia dan seluruh alam
semeseta ini yang pada waktunya pasti akan mati atau hancur binasa. Konsekwensi
keyakinan yang demikian adalah setiap manusia muslim sebagai bagian alam, harus
selalu sadar bahwa hidupnya hanyalah sementara di dunia ini, tempat ia diuji
mengenai kepatuhan dan ketidakpatuhannya pada perintah-perintah dan
larangan-larangan-Nya. Pada suatu ketika kelak seluruh alam akan hancur binasa
dan akan muncullah suatu hidup sesudah
mati yang sifatnya lain sama sekali dari apa yang kita lihat dan rasakan di
dunia ini. Pada waktu itu nanti di hadapan Allah Tuhan Yang Maha Adil,
masing-masing manusia harus mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya selama
hidup di bumi ini. Celakalah manusia yang bergeliman dalam dosa dan
berbahagialah manusia yang beriman, yang yakin kepada Allah Tuhan Yang Maha
Esa, dan taqwa: mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya.
1.5 Allah Maha Esa dalam Menerima Ibadah
Allah
Maha Esa dalam Menerima ibadah berarti
bahwa hanya Allah sajalah yang berhak disembah dan menerima ibadah. Hanya
Dialah satu-satunya yang patut dan harus disembah dan hanya kepada-Nya pula
kita meminta pertolongan. Yang dimaksud dengan ibadah ialah segala perbuatan
manusia yang disukai Allah, baik dalam kata-kata terucapkan maupun dalam bentuk
perbuatan-perbuatan lain, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Konsekwensi
keyakinan ini adalah hanya Dialah Allah yang wajib kita sembah, hanya
kepada-Nya pula seluruh salat dan ibadah yang kita lakukan, kita niatkan dan
kita persembahkan.
1.6
Allah Maha Esa dalam Menerima Hajat Manusia.
Bila manusia hendak menyampaikan maksud, permohonan
atau keinginannya kepada Allah langsunglah sampaikan kepada-Nya, kepada Allah
sendiri tanpa perantara atau media apa pun namanya. Tidak ada system rabbaniyah atau kependetaan dalam
Islam. Semua manusia, kecuali para Nabi dan Rasul, mempunyai kedudukan yang
sama dalam berhubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Konsekwensi
keyakinan ini adalah setiap muslim tidak memerlukan orang lain di dunia ini
dalam menyampaikan hajat dan hasratnya kepada Allah.
1.7 Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum
Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum berarti Allahlah satu-satunya Pemberi Hukum
yang tertinggi. Ia memberi hukum kepada alam, seperti hukum-hukum alam yang
selama ini kita kenal dengan sebutan hukum-hukum Archimides, Boyle, Lavoisier, hukum relativitas,
thermodynamic dan sebagainya (Ali, 1998). Ia pula memberi hukum kepada umat
manusia bagaimana mereka harus hidup di bumi-Nya ini sesuai dengan
ajaran-ajaran dan kehendak-Nya yang dengan sendirinya sesuai pula dengan
hukum-hukum alam dan watak manusia, yang
semuanya itu adalah ciptaan Allah. Konsekwensi keyakinan seperti ini adalah
seorang muslim wajib percaya pada adanya hukum-hukum alam (sunnatullah) baik
alam fisik maupun alam psikis dan spritual yang terdapat dalam kehidupan, baik
kehidupan individual maupun kehidupan sosial. Sebagai muslim kita wajib taat
dan patuh serta meyakini kebenaran hukum syariat Allah yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad kepada manusia dan menjadikannya sebagai jalan hidup kita. Jalan hidup yang
dikehendaki Allah, menurut aqidah, adalah jalan hidup Islam.
Jalan hidup Islam
itu disebut juga dengan istilah syariat
Islam.. Dan karena syariat Islam pula adalah hukum Allah.
Konsekwensinya adalah bagi umat Islam yang secara teoritis dan praktis dengan
bebas telah memilih Islam sebagai agamanya, tidaklah ada jalan lain yang lebih
baik yang harus ditempuhnya selain berusaha sekuat tenaga mengikuti jalan hidup
Islam itu sebaik-baiknya (Osman Raliby, 1980).
C. Pembuktian Keberadaan Allah
Allah atau Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat dibuktikan dengan
perabaan fisik tubuh manusia tetapi hanya dapat disentuh dengan akal pikiran
yang sehat. Menurut Hamka (1983) dapat dilihat pada tiga pembuktian: 1) Dalil kejadian, 2) Dalil
peraturan dan pemeliharaan, dan 3) Dalil gerak. Perhatikan uraian berikut.
1. Dalilkejadian
Manusiatelahada di
dunia, namunmanusiamengakuibahwasanyadiaterjadibukanataskehendaknya.Bukandia
yang menjadikandirinyasendiri.Bukandia yang membuatanak.Bumitempathidupnya pun
bukandia yang membuatnya.Sejakmanusialahirsudahmendapatikeberadaanbumi. Langit
pun telahmenjadiataptempatberlindung, dantangannyatidakpernahikutmembinanya.
Segelintirmanusiamengatakanakutuhan, meskipunmerekatidakmampumenjadikanseekornyamuk.Jelaslahbahwasegalasesuatu
yang terjadi, daritidakadamenjadiada, sebaliknyadari yang adamenjaditidakada,semuanyadari
Allah sebagaiTuhan Yang MahaKuasa, Dialah yang merencanakan,
mengadakandenganberbagaibentuk di alamini.
Bangsa Arab yang mula-mulamenerimaAlqurandalammasyarakat yang
masihsederhana, dianjurkanmelihatunta, bagaimanadiadijadikan;
langitbagaimanaiaditinggikan; gunung-gunungbagaimanaiadipancangkan;
danbumibagaimanaiadihamparkan. Perhatikan Q.S. Al-Ghasyiah: 17-20:
Artinya: “Makaapakahmerekatidakmemperhatikanuntabagaimanadiadiciptakan?.Dan langit, bagaimanaiaditinggikan?.Dan
gunung-gunungbagaimanaiaditegakkan?. Dan bumibagaimanaiadihamparkan?.”
Beberapaayatdisebutkan di
atasmengandungmaknabahwadenganmelihatkejadianalamdansekitarnya, setiap orang
yang berakalakanbertanya: “Siapa yang menajdikansemuaini? Dan jawabannya adalah Allah, Tuhan Yang Maha
Kuasa.
2. DalilPeraturandanPemeliharaan
Ketikaseseorangmasukkerumah, dilihatnyamejateratur,
kamartersusun,,makananterhidang, tempattidur yang bersih, danada pula
ruangmakandanruangtamu. Adaruangkamarmandidansebagainya.Apalagikalaudilihatteraturnyapekarangandantertatanyabunga.Makaterlintaslahdalampikiran
orang itubahwasemua yang teraturdantertatarapi, iniada yang
mengaturnya.Lihatlah pula alam di sekitarkita, misalnyatetumbuhan, hewan, air
danudarasemuanayadiperuntukkankepadamanusia.
3.
Dalilgerak
Mataharibersinarsetiaphari, bulan pun
bercahayapadamalamtertentudanbintang yang gemerlapansertaberbagaigalaksi di
angkasaluar, semuanyaberjalandanberputarpadaporosnyamengikutisunnatullah
(hukumalam) yang telahditentukanoleh sang Pencipta, Tuhan Yang
MahaKuasatanpamengalamikerusakandangesekansedikit pun. Manusiabertanya:
‘Siapakah yang mengaturdanmenggerakkansemuaini, begituindahdantertib?. Jawabanataspertanyaantersebuthanyasatudansingkatjawabannya,
Dialah Allah Swt.yangmengaturdanmenggerakkansampaiwaktu yang telahditentukan
pula oleh-Nya.
1.3. Penutup.
KebenaranAlqurandanHadissahihNabiataudisebutdenganwahyusifatnyamutlakatautidakdiragukankebenarannya,
karenasumbernyadari Allah.Lain halnyadengankebenaran yang digalidenganpemikiran
yang mendalamdanradikal yang disebutdengankebenaranfilsafat,
sifatnyanisbidanrelatif.Mungkinkebenaran yang keduadisebutkan
(kebenaranfilsafat) berubahsatuatauduadasarwarsaberikutnya.
Tugas:
Jawablahpertanyaanberikutini.
1. Terangkan perbedaan “kebenaran” menurut
filsafat dengan agama dan berikan contoh masing-masing!
2. Uraikan empat dari tujuh Kemaha Esaan Allah dengan singkat!
3. Terangkan bukti-bukti keberadaan Allah dan
berikan contoh!
4.
Tulisdanterjemahkansurat al-IkhlasdanayatKursi!
0 Response to "Kuliah PAI BAB I ( Konsep Ketuhanan Dalam Islam) Semester 1"
Post a Comment